Cipta, Rasa, dan Karsa Wastra Sumba
Kemasyhuran wastra, Tenun Sumba tak semata-mata terkenal karena keindahannya. Namun juga karena filosofi dan makna yang terdapat dalam selembar kain tersebut sangatlah mendalam.
Kabut pagi perlahan-lahan mulai memudar, kala sang matahari dari timur Prai Ijing, Sumba Barat menampakkan berkas sinarnya. Dingin berganti dengan hangat di kulit, diikuti dengan riuh ramai anak-anak menuju sekolah, bersenda gurau di tepian jalan. Selamat datang Senin, 28|3|22. Selamat Pagi ..
Senin pada pekan terakhir Maret yang baru lalu, menjadi permulaan Bakti BUMN untuk Indonesia (BBuI) di Sumba. Masing-masing perwakilan BUMN, termasuk saya, rasanya sudah tak sabar berinteraksi lekat dan erat dengan warga dan anak-anak Prai Ijing.
Hari itu, agenda lumayan padat dan seru. Bersama rekan-rekan lintas BUMN, kami didorong untuk melakukan pendampingan dan pelatihan UMKM (pengenalan inklusi keuangan, pembuatan konten dan pemasaran digital) tenun ikat, termasuk pengenalan BUMN, dan aktivitas English Short Course to Kampung, untuk menunjang Hospitality Desa Wisata.
Ready, Get Set, Go! ..
Setelah mengikuti briefing, para peserta BBuI pun dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil agar pelaksanaannya efektif. Tanpa ba, bi, bu, lagi, segera saja kami pun menyebar ke beberapa titik, dimana ibu dan remaja putri tengah asyik menenun di serambi depan rumah mereka. Duduk dengan kedua kaki selonjor di atas bambu bulat dan alat tenun di tangan, mahakarya wastra dunia, tengah lahir di sini, di Prai Ijing, di Sumba Barat, di Indonesia.
Kain tenun Sumba merupakan salah satu warisan budaya Nusantara yang memiliki nilai seni dan budaya begitu tinggi. Proses pembuatannya yang panjang dan melibatkan banyak elemen menjadikan harga kain tenun Sumba ini sering disebut-sebut mahal. Kesulitan corak dan pilihan warna yang digunakan untuk membuat wastra tersebut menjadi intangible yang ber-values.
Seorang Mama Penenun di Prai Ijing berkisah kepada saya bahwa para penenun di Kampung Adat ini menggunakan bahan-bahan alami terbaik yang diambil langsung dari alam. Akan tetapi, masing-masing pengrajin tenun ikat tentunya memiliki resep rahasia yang saling berbeda, dan mereka pun saling merahasiakannya. Inilah yang membuat kain tenun Sumba begitu kaya, meski dibuat dalam satu lingkungan yang sama.
Kain tenun ikat dengan pewarna alam dan pewarna sintetis mudah dibedakan dari beratnya. Meski menggunakan jenis benang yang sama, kain yang menggunakan pewarna alam lebih berat. Selain itu, kain berpewarna alam beraroma harum khas tanaman. Semakin disimpan, aromanya akan makin kuat. Biasanya warna merah didapatkan dari akar mengkudu, biru dari dari daun tarum, cokelat dari lumpur dan warna kuning berasal dari kayu.
Pemilihan dari bahan-bahan alami tersebut bukan tanpa alasan. Jika bagi masyarakat, kain tenun Sumba hanya dilihat sebagai sebuah kain yang cantik untuk dikenakan. Maka, berbeda halnya dengan Warga Sumba. Mereka menjadikan kain tenun sebagai kain penutup, pembungkus bahkan pengawet jenazah.
Keberadaan kain tenun Sumba yang terbuat dari bahan organik ini, konon mampu menjadi pengawet alami bagi jenazah tersebut, sehingga tidak akan mudah membusuk.
Art & Life Value
Motif-motif tenun ikat adalah budaya Nusantara yang tak ternilai. Motif kain tenun ikat Prai Ijing memiliki kisahnya sendiri, dari motif hingga derajat dari sang pemilik kain tersebut.
Kain tenun ikat sumba berpewarna alam menunjukkan kelas bagi pemiliknya. Kelas disini menunjukkan derajat dan kepatutan bagi mereka yang memiliki jabatan dan ketokohan. Bahkan, kain tenun ikat asli tradisional merupakan “harta benda” investasi yang laku diperjualbelikan.
Sementara, untuk motif, juga memiliki ceritanya tersendiri. kerbau tanda keberanian, buaya menunjukkan kekuatan, serta babi atau ayam yang me-refers pada kesejahteraan. Tak hanya itu, kain tenun ikat juga dinilai sebagai bentuk barang yang sangat berharga, penting dan sakral oleh masyarakat Prai Ijing. Kain tenun dipakai dalam setiap momen-momen penting, seperti menyambut kelahiran, pernikahan, bahkan ritual penguburan saat keluarga atau kerabat yang berpulang kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kain tenun bukan sekedar wastra. Ia adalah kekayaan budaya yang menjadi kebanggaan Prai Ijing dalam memberikan nilai ekonomi yang tinggi bagi warganya sehingga dapat menyekolahkan anak-anak dan memberi makan keluarga. Proses pengerjaan yang rumit dan lama, membuat nilai dari sehelai kain tenun Sumba — Prai Ijing, tidak hanya dilihat dari nominalnya, tetapi juga dari makna dan pelajaran hidup dari setiap untaian benang yang dipintalnya
Fekum Ariesbowo W.
Ahli Muda Corporate Affair dan Corporate Communication
PT WIJAYA KARYA (Persero) Tbk.