Legacy Suklan Sumintapura bagi Pabrik Beton Nusantara

Fekum Ariesbowo
8 min readJul 28, 2021

Founding fathers WIKA meletakkan pondasi penyebaran pabrik beton di wilayah-wilayah berpotensi infrastruktur strategis. Visi itu kini terbukti brilian dengan membawa WIKA Beton sebagai pemuncak pangsa pasar beton nasional.

Kalian semua mempunyai ide.
Namun bila tidak mampu merealisasikannya,
ide itu tidak akan menjadi apa-apa.
Lee Iacocca, CEO Legendaris Chrysler

Beton adalah material konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika dibandingkan dengan material lain seperti kayu dan baja. Hal ini bisa dimaklumi, karena bahan-bahan pembentukannya mudah terdapat di Indonesia, cukup awet, mudah dibentuk dan harganya relatif terjangkau.

Perkembangan industri beton sendiri mulai serius digarap oleh PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) yang kemudian menjadi induk bagi PT Wijaya Karya Beton Tbk. (WTON) pada akhir dekade 1970-an melalui peluncuran produk pertamanya yaitu tiang listrik beton prategang berpenampang “H” untuk keperluan Perusahaan Listik Negara.

Pengembangan produk tersebut awal tersebut kemudian mendorong WTON untuk berinovasi menciptakan beberapa produk unggulan lainnya, antara lain: tiang beton untuk jalur pendistribusian energi dan bantalan beton pracetak serta produk lainnya seperti bantalan, bantalan rel kereta api, produk beton untuk jembatan, pipa, dinding penahan tanah dan bangunan gedung dan perumahan yang diimplementasikan untuk berbagai macam proyek.

Visi Suklan Sumintapura
Tidak hanya berfokus pada pengembagan ragam produk beton semata. Manajemen WIKA yang pada tahun 1980-an masih menaungi WTON tergelitik untuk membangun manufaktur beton sendiri dan tersebar strategis di wilayah Nusantara yang membujur luas dari timur hingga barat. Adalah inisiatif salah satu Direksi kala itu, Suklan Sumintapura yang menggagas pembangunan pabrik-pabrik beton itu nyaris dalam waktu yang relative berdekatan.

Suklan demikian ia biasa disapa, terbilang progresif dalam hal inovasi. Ia rajin mengeksplorasi ilmu konstruksi sipil dari belahan dunia manapun demi mendongkrak tumbuh kembang WIKA kala itu. Sepulang dari tugas belajar di Negeri Paman Sam, ide brilian yang langsung terbersit di benaknya adalah bagaimana membangun pabrik beton pracetak untuk menangkap peluang pembanguna infrastruktur yang mulai marak saat itu.

Inisiatif yang digagas Suklan terbilang brilian pada masanya. Keberaniannya untuk masuk pada ceruk bisnis beton kala itu, tak ubahnya menantang badai di tengah suara sumbang lingkungan yang belum sepenuhnya bisa menerima hal-hal baru.

Tes case pertama diujikan pada pembangunan pabrik tiang beton di Kawasan Cileungsi Bogor. Dengan keterbatasan dana yang ada, Suklan yang disupport oleh Warkita, Manajer Divisi Produk dan Beton WIKA pada dekade 1980-an berhasil membangun pabrik dan menyiapkan equipment penunjang produksi beton melalui reproduksi moulding (alat cetak) mandiri bekerjasama dengan masyarakat di Jawa Timur. Perintisan ini di kemudian hari banyak diapresiasi karena WIKA mendapatkan dua keuntungan, yaitu: mendapatkan mpulding dengan harga jauh lebih murah dan termotivasi untuk meningkatkan kemampuan untuk membuat ala sendiri.

Bergeser ke arah timur, pembangunan manufaktur pabrik beton kemudian berlanjut di Pasuruan. Kabupaten di selatan Surabaya ini memang dikenal sebagai kota industri. Lokasi yang strategis diantara dua sumbu kota utama; Surabaya dan Malang, menjadikan Pasuruan prospektif untuk pengembangan industri beton. Tidak berselang lama setelah pabrik Pasuruan selesai dibangun dengan segala cibiran sana-sini, pembangunan pabrik beton baru kembali berlanjut. Kali ini, lokasi ekspansi itu berada di Mojosongo, Boyolali.

Kembali, cibiran dan gunjingan pesimistis menerpa Suklan. Namun, Suklan tidak ambil pusing. Ia tetap percaya diri jalan terus ke depan, “ Saya sudah dapat persetujuan dari Sudarto, Direktur Utama WIKA 1980-an” ujar Suklan sebagaimana dikutip dari buku “Myelin: Mobilisasi Intangibles menjadi Kekuatan.”

Belakangan pola penyebaran pabrik beton yang digagas Suklan terbukti jauh lebih menguntungkan dan strategis dibanding membangun satu pabrik dengan kapasitas besar. Mahalnya biasa transportasi pengangkutan beton menjadi salah satu alasan.

Ekspansi WIKA Beton
Pada akhir dekade 1970-an, berdirilah pabrik beton pertama di kawasan industri Cileungsi Bogor, Jawa Barat. Perintisan pembangunan pabrik yang menelan dana Rp200 juta itu, digawangi oleh Warkita yang pada dekade itu duduk sebagai Manajer Divisi Produk dan Beton. Sebagaimana dilansir dari Buku “Myelin: Mobilisasi Intangibles menjadi Kekuatan Perubahan,” Warkita kala itu harus memutar otak lebih keras karena dengan anggaran yang terbatas, pabrik yang diinginkan Perusahaan harus tetap bisa berdiri.

Strategi yang dipilih untuk menyiasati tantangan itu adalah membuat moulding (mesin cetak) secara mandiri dengan menggandeng badan usaha kecil dan menengah di Jawa Timur yang kebetulan memiliki kapasitas untuk memperoduksi moulding dengan kualitas yang nyaris sama dengan produk sejenis dari luar negeri. Setelah melalui serangkaian pengujian, akhirnya produk beton; PC Poles dan PC Panels berhasil lolos sebagai produk berkualitas baik.

Setahun berselang atau tepatnya pada periode 1981–1984 berdiri secara berturut-turut tiga pabrik baru, yaitu: Pabrik Beton Pasuruan di Jawa Timur, Pabrik Beton Boyolali di Jawa Tengah dan Pabrik Beton Majalengka Jawa Barat. Pembagunan pabrik beton di ketiga wilayah tersebut ditujukan untuk menangkap pasar infrastruktur yang tumbuh dan berkembang di kawasan yang berdekatan dengan pabrik Produk yang berasil dikembangkan melalui rangkaian kegiatan inovasi pada periode ini adalah PC piles dan Railway Sleepers.

Ada sepenggal kisah menarik yang bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua berkenaan dengan inovasi railways sleepers yang muncul pada periode itu. Pada tahun 1984, Frans S. Sunito (Mantan Direktur Utama PT Jasa Marga 2006–2012) yang kala itu menjabat Kepala Pusat Pengembangan Produk Baru WIKA, berkali-kali datang ke Ditjen Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan. Ia terus mencoba meyakinkan Sang Dirjen agar mau menggunakan bantalan rel kereta api yang terbuat dari beton untuk menggantikan bahan kayu.

Frans sebagaimana diansir dari Buku Myelin: Mobilisasi Intabgibles Assets emnjadi Kekuatan Perubahan berargumentasi bahwa produk baru WIKA ini telah diuji di laboratorium, “Kami mengujinya dengan memberi tekanan dan beban yang dinamis sehingga layak menggantikan bantalan kayu,” yakin Frans.

Pihak Kereta Api akhirnya akhirnya memberi izin WIKA untuk menguji produknya pada jalur Padalarang-Bandung sepanjang 500 meter. Selama proses pengujian itu, Frans turun langsung mengawasi. Uji coba pun berlangsung selama sebulan penuh dan ternyata tidak ada masalah. Berbekal hasil uji coba itu, pihak Kereta Api pun percaya dan mulai menggunakan bantalan beton. Proyek pertama WIKA adalah jalur kereta api untuk transportasi pupuk dari Kabad ke Meneng, Banyumas, Jawa Tengah.

Setelah menancapkan kuku di sepanang Jawa, WTON kemudian mengepakkan sayap ekspansi pabrik betonnya ke Sumatera dan Sulawesi. Pada tahun 1986, WTON menambah satu pabrik baru di Lampung. Pendirian pabrik ini sebagaimana pabrik yang lainnya dimaksudkan untuk men-support pembangunan infrastruktur di wilayah Sumatera Bagian Selatan yang merupakan hub strategis Pulau Jawa menuju Sumatera Bagian Utara.

Dua tahun berselang, tepatnya pada tahun 1988, WTON kembali melakukan ekstensifikasi perluasan pabrik beton dan wilayah pemasaran di Binjai Sumatera Utara. Ekses pembangunan yang begitu cepat di Sumatera Bagian Selatan berdampak langsung terhadap geliat yang ditunjukkan kemudian oleh Wilayah di Utara. Bersamaan dengan pendirian pabrik baru di Binjai itu, WTON juga berhasil melahirkan produk beton baru berupa bridge & drainage concrete.

Nyaris satu windu berselang, sebelum akhirnya WIKA merilis pabrik ke-7 di Makassar, Sulawesi Selatan. Potensi gerbang utama Indonesia bagian Timur ini jelas tidak bisa dipandang sebelah mata. Industri berbasiskan kekayaan mineral secara umum tumbuh dominan di wilayah ini. Produk hortikulura, perikanan dan logistik antar pulau pun setali tiga uang prospektifnya. Maka, tidak heran jika Makassar sangat strategis untuk dijadikan episentrum pengembangan bisnis WTON berikutnya di luar Jawa.

Tahun 1997 merupakan momentum awal kian berkembangnya bisnis WTON pasca ditetapkannya Perseroan sebagai entitas anak oleh WIKA Induk. Berbagai inovasi pun kemudian berkembang pesat menjadi produk-produk baru setelah spin-off ini. Sebut saja diantaranya, produk beton maritim dan tiang beton (2008), tiang pancang diameter 1 meter (2010), dan box girder (2011)

Pada tahun yang sama dengan peluncuran produk baru box girder, WTON kembali melebarkan manufaktur beton pracetaknya dengan membangun pabrik ke delapannya di Karawang, Jawa Barat. Berkembangnya Ibukota Jakarta dan kawasan penyangganya menjadi alasan bagi Perseroan untuk memperkuat posisi dan menangkap peluang pasar yang selama ini over capacity dari Pabrik Cileungsi.

Setahun berselang, tepatnya pada 2012. Perseroan membuat lompatan penting dengan membentuk perusahaan patungan bersama PS. Mitsubishi Construction Co. Ltd., yaitu PT Wijaya Karya Komponen Beton (WIKA Kobe) Pada tahap awal, sasaran proyek WIKA Kobe adalah proyek-proyek yang didanai Japan Bank for International Cooperation-Special Term for Economic Partnership (JBIC-STEP) Loan Jepang.

Salah satu proyek besar yang dipasok oleh WIKA Kobe adalah Proyek Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta. Anak usaha WTON ini mendukung mega proyek tersebut. Dengan membangun pabrik precast seluas 30 hektar di Kawasan Industri Surya Cipta, Karawang. Pabrik ke-9 ini diproyeksikan mampun untuk memproduksi beraneka varian produk beton dengan kapasitas 50.000–60.000 ton per tahunnya.

Tahun 2013, dalam rangka pengembangan perusahaan, PT Wijaya Karya (Persero), Tbk., PT Wijaya Karya Beton (Persero) Tbk. dan PT Krakatau Engineering yang merupakan anak usaha dari PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, melakukan terobosan untuk memperbesar peluang pasarnya dibidang produk beton pracetak dengan membentuk Perusahaan Patungan (Joint Venture), PT Wijaya Karya Krakatau Beton.

Kerjasama pendirian WIKA Krakatau Beton ini bertujuan untuk memproduksi, mengembangkan dan memasarkan produk beton nonputar (Jembatan beton, dinding penahan beton, saluran air dan produk beton pracetak lainnya. red) serta produk beton putar (Tiang Pancang, produk Pipa beton. Red) untuk memenuhi kebutuhan proyek-proyek pembangunan khususnya di area Cilegon, proyek-proyek yang didanai oleh Krakatau Steel dan Grup maupun proyek-proyek non Krakatau Steel yang nantinya disepakati Manajemen para pendiri.

Perusahaan patungan ini berdomisili sekaligus akan membangun pabrik di salah satu lahan di Kawasan “Krakatau Industrial Estate Cilegon”, seluas 3 hektar. Kapasitas pabrik WTON ke sepuluh ini ditargetkan akan mampu memproduksi sekitar 41.000 ton per tahun.

Aksi korporasi ekpansi pabrik berikutnya, diluncurkan pada akhir Mei 2014 lalu. Pembangunan pabrik ke-11 ini dipusatkan di di Desa Sumur, Yogaloka, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Lampung Selatan dengan luas 90 hektar. Pabrik Beton Lampung Selatan ini dibangun dengan dua jalur produksi cylinder pile dengan diameter 2 meter dan tinggi 60 meter di atas lahan seluas 26 hektar.

Dengan jalur-jalur itu, WTON berharap mampu menggenjot produksi sekitar 150.000 ton per tahun dengan kontribusi pendapatan diproyeksikan dapat mencapai Rp250 miliar. Bahkan jika permintaan cylinder pile semakin besar, Perseroan menargetkan dapat menambah hingga delapan jalur dengan kapasitas 700.000 ton per tahun.

Singkat summary, WIKA Beton kini telah memiliki 14 (empat belas) pabrik dan 1 (satu) mobile plant yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang memiliki pertumbuhan industri konstruksi yang tinggi. WIKA Beton juga memiliki 3 (tiga) Crushing Plant di Cigudeg Bogor, Lampung Selatan dan Donggala Palu. WIKA Beton menerapkan pola Precast Engineering-Production-Installation (EPI).

Selain itu, WIKA Beton juga telah memiliki tiga anak usaha yakni PT Wijaya Karya Komponen Beton, PT Wijaya Karya Krakatau Beton, PT Wijaya Karya Citra Lautan Teduh dan satu perusahaan asosiasi PT Wijaya Karya Pracetak Gedung.

Cukupkah? Rasanya belum. WIKA Beton ke depan akan terus melebarkan sayapnya seiring pembangunan infrastruktur yang didorong untuk merata di seluruh penjuru Indonesia. WIKA Beton, Bisa!

Fekum Ariesbowo
Ahli Muda Corporate Affairs dan Corporate Communication
PT WIJAYA KARYA (Persero) Tbk.

--

--

Fekum Ariesbowo
Fekum Ariesbowo

Written by Fekum Ariesbowo

Green landscape enthusiasts, writer, public relation, train lovers, storyteller, a simple person

No responses yet